Alhamdulillahilladzi hamdan katsiron thoyyiban mubarokan fih kama
yuhibbu robbuna wa yardho. Allahumma sholli ‘ala nabiyyina Muhammad wa
‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Banyak kalangan pasti sudah mengenal hari valentine (bahasa Inggris:
Valentine’s Day). Hari tersebut dirayakan sebagai suatu perwujudan cinta
kasih seseorang. Perwujudan yang bukan hanya untuk sepasang muda-mudi
yang sedang jatuh cinta. Namun, hari tersebut memiliki makna yang lebih
luas lagi. Di antaranya kasih sayang antara sesama, pasangan
suami-istri, orang tua-anak, kakak-adik dan lainnya. Sehingga
valentine’s day biasa disebut pula dengan hari kasih sayang.
Cikal Bakal Hari Valentine
Sebenarnya ada banyak versi yang tersebar berkenaan dengan asal-usul
Valentine’s Day. Namun, pada umumnya kebanyakan orang mengetahui tentang
peristiwa sejarah yang dimulai ketika dahulu kala bangsa Romawi
memperingati suatu hari besar setiap tanggal 15 Februari yang dinamakan
Lupercalia. Perayaan Lupercalia adalah rangkaian upacara pensucian di
masa Romawi Kuno (13-18 Februari). Dua hari pertama, dipersembahkan
untuk dewi cinta (
queen of feverish love) Juno Februata. Pada
hari ini, para pemuda mengundi nama–nama gadis di dalam kotak. Lalu
setiap pemuda mengambil nama secara acak dan gadis yang namanya keluar
harus menjadi pasangannya selama setahun untuk senang-senang dan
dijadikan obyek hiburan. Pada 15 Februari, mereka meminta perlindungan
dewa Lupercalia dari gangguan srigala. Selama upacara ini, kaum muda
melecut orang dengan kulit binatang dan wanita berebut untuk dilecut
karena anggapan lecutan itu akan membuat mereka menjadi lebih subur.
Ketika agama Kristen Katolik menjadi agama negara di Roma, penguasa
Romawi dan para tokoh agama katolik Roma mengadopsi upacara ini dan
mewarnainya dengan nuansa Kristiani, antara lain mengganti nama-nama
gadis dengan nama-nama Paus atau Pastor. Di antara pendukungnya adalah
Kaisar Konstantine dan Paus Gregory I (The Encyclopedia Britannica, sub
judul: Christianity). Agar lebih mendekatkan lagi pada ajaran Kristen,
pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi
Hari Perayaan Gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati
St. Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari (The World Book
Encyclopedia 1998).
Kaitan Hari Kasih Sayang dengan Valentine
The Catholic Encyclopedia Vol. XV sub judul St. Valentine menuliskan
ada 3 nama Valentine yang mati pada 14 Februari, seorang di antaranya
dilukiskan sebagai yang mati pada masa Romawi. Namun demikian tidak
pernah ada penjelasan siapa “St. Valentine” yang dimaksud, juga dengan
kisahnya yang tidak pernah diketahui ujung-pangkalnya karena tiap sumber
mengisahkan cerita yang berbeda.
Menurut versi pertama, Kaisar Claudius II memerintahkan menangkap dan
memenjarakan St. Valentine karena menyatakan Tuhannya adalah Isa
Al-Masih dan menolak menyembah tuhan-tuhan orang Romawi. Orang-orang
yang mendambakan doa St.Valentine lalu menulis surat dan menaruhnya di
terali penjaranya.
Versi kedua menceritakan bahwa Kaisar Claudius II menganggap tentara
muda bujangan lebih tabah dan kuat dalam medan peperangan daripada orang
yang menikah. Kaisar lalu melarang para pemuda untuk menikah, namun
St.Valentine melanggarnya dan diam-diam menikahkan banyak pemuda
sehingga iapun ditangkap dan dihukum gantung pada 14 Februari 269 M (The
World Book Encyclopedia, 1998).
Versi lainnya menceritakan bahwa sore hari sebelum Santo Valentinus
akan gugur sebagai martir (mati sebagai pahlawan karena memperjuangkan
kepercayaan), ia menulis sebuah pernyataan cinta kecil yang diberikannya
kepada sipir penjaranya yang tertulis “Dari Valentinusmu”. (Sumber
pembahasan di atas: http://id.wikipedia.org/ dan lain-lain)
Dari penjelasan di atas dapat kita tarik kesimpulan:
- Valentine’s Day berasal dari upacara keagamaan Romawi Kuno yang penuh dengan paganisme dan kesyirikan.
- Upacara Romawi Kuno di atas akhirnya dirubah menjadi hari perayaan
gereja dengan nama Saint Valentine’s Day atas inisiatif Paus Gelasius I.
Jadi acara valentine menjadi ritual agama Nashrani yang dirubah
peringatannya menjadi tanggal 14 Februari, bertepatan dengan matinya St.
Valentine.
- Hari valentine juga adalah hari penghormatan kepada tokoh nashrani yang dianggap sebagai pejuang dan pembela cinta.
- Pada perkembangannya di zaman modern saat ini, perayaan valentine disamarkan dengan dihiasi nama “hari kasih sayang”.
Sungguh ironis memang kondisi umat Islam saat ini. Sebagian orang
mungkin sudah mengetahui kenyataan sejarah di atas. Seolah-olah mereka
menutup mata dan menyatakan boleh-boleh saja merayakan hari valentine
yang cikal bakal sebenarnya adalah ritual paganisme. Sudah sepatutnya
kaum muslimin berpikir, tidak sepantasnya mereka merayakan hari tersebut
setelah jelas-jelas nyata bahwa ritual valentine adalah ritual non
muslim bahkan bermula dari ritual paganisme.
Selanjutnya kita akan melihat berbagai kerusakan yang ada di hari Valentine.
Kerusakan Pertama: Merayakan Valentine Berarti Meniru-niru Orang Kafir
Agama Islam telah melarang kita meniru-niru orang kafir (baca:
tasyabbuh). Larangan ini terdapat dalam berbagai ayat, juga dapat
ditemukan dalam beberapa sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan hal ini juga merupakan kesepakatan para ulama (baca: ijma’). Inilah
yang disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab beliau
Iqtidho’ Ash Shiroth Al Mustaqim (Ta’liq: Dr. Nashir bin ‘Abdil Karim Al ‘Aql, terbitan Wizarotusy Syu’un Al Islamiyah).
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar kita menyelisihi orang Yahudi dan Nashrani. Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى لاَ يَصْبُغُونَ ، فَخَالِفُوهُمْ
“Sesungguhnya orang Yahudi dan Nashrani tidak mau merubah uban, maka selisihlah mereka.”
(HR. Bukhari no. 3462 dan Muslim no. 2103)
Hadits ini menunjukkan
kepada kita agar menyelisihi orang Yahudi dan Nashrani secara umum dan
di antara bentuk menyelisihi mereka adalah dalam masalah uban. (
Iqtidho’, 1/185)
Dalam hadits lain, Rasulullah menjelaskan secara umum supaya kita tidak meniru-niru orang kafir. Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam
Iqtidho’
[hal. 1/269]
mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus. Syaikh Al
Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaiman dalam
Irwa’ul Gholil no. 1269).
Telah jelas di muka bahwa hari Valentine adalah perayaan paganisme,
lalu diadopsi menjadi ritual agama Nashrani. Merayakannya berarti telah
meniru-niru mereka.